Minggu, 18 Maret 2012

Gabus dalam Gelas



Timbul tenggelam
bagai gabus dalam gelas
terombang-ambing gelombang ringan
mengentaskan hasrat menggebu
dalam ketakutan akan pilihan

Muncul perlahan
kemudian lenyap tersapu debu
mengenyampingkan impian membara
demi kenyamanan tak kentara

Goyah..
mudah patah...
tak siap berlapis baja
selalu gundah dalam sulaman ilusi
yg kian pekat tunduk pada penguasa fana

Tidakkah kau bangkit untuk tegap?
inginkah langkahmu serapuh sayap kupu-kupu?

Telaga cintaku, masih terhampar untukmu
semangatlah, sahabat!
kokohkan tekadmu!
hancurkan benteng kenyamananmu!
dan raihlah bintang fajar guna terangi duniamu!

Jangan risau, sahabat!
kejamnya petir, tak akan membuatmu hancur...
ku kan slalu menopang angin yang menerpamu...

Usah khawatir, sahabat!
sandarkanlah dirimu di bahuku, bila kau lelah...
jabatlah tanganku, bila kau lara
aku tak akan gusar menjadi bara dalam jiwa

Mari, sahabat!
kita berlari bersama
untuk raih futtuh yang nyata!

Sabtu, 17 Maret 2012

Metamorfosa Pedang Quraisy


Gerakan perlahan namun pasti
mengusik batin Sang Singa Padang Pasir
memercikkan dendam beradu ambisi
menyemburkan nafsu tanpa tebang pilih

Sang tangan besi
tak sungkan memberi sanksi
terhadap para pengikrar janji
untuk tegakkan syariat Illahi Rabbi

Tubuhnya kian terkulai
menyiksa logam mulia tak berkarat
walau sang logam telah meluruh,
namun keyakinannya tak kunjung melepuh

Rasa sesak menyebari nadi
bermacam tanya meracuni pikiran
akan metamorfosa Maha Agung
berkelibat tanpa lelah di hadapan

Sekali lagi, nafsu menghalangi
menghalangi jalan, terhadap celah kebenaran
ia kembali mengaum
beruntung Ash Shiddiq datang menebus
mengamankan mutiara yang nyaris rapuh

Rasulullah bermunajat pasrah
berharap terbukanya satu pintu di antara dua
guna menopang kemenangan cahaya

Hatinya kian gelisah
tak kuasa menahan amarah
mengusung pedang, menagih darah
menuntaskan "perpecahan umat"
menghabisi Sang Pembawa Risalah

Amarahnya memuncah
tatkala wanita lembut berpaling darinya
mengaburkan kiasan pada lisan

Hatinya terenyuh
melihat kekuatan muslimah yang tersingkap
memutuskan pertalian nasab
merobohkan keangkuhan mahkota Raja Rimba

Dia terkejut...
menyaksikan pancaran iman
seorang lemah berubah tegar
demi mengagungkan satu kalimat suci

Lantunan Thaha mengguncangkan nyali
mengoyak ego diri
menghancurkan emosi penyangga langit
lelehan air mata menggugurkan gelombang
mengikrarkan taubat, meneguhkan syariat
janji suci terucap, syahadat memecah hening
takbir menggema rata, menenggelamkan istana Hijaz

Syukur menghantam dahsyat
menerobos kegelapan kelam
menuju kejayaan terang
bersenjatakan Muttaqin utama...

Dalam Dekapan Cahaya


Seruan itu datang
menusuk Gua Hira
mendekap seorang ummi
hingga dadanya terhimpit
bumi yang luas tiba-tiba menyempit

Seruan itu datang
dengan perlahan tanpa jejak
terhapus dari pandangan pendek
sangat rapi, membungkus orang-orang pilihan
mencetak baja tanpa korosi

Bergulirnya waktu, titah itu turun
menyuarakan perintah dengan terang
berawal dari Bukit Shafa
meresahkan tahta para pembesar

Cacian menghujani mereka
gelaran Al-Amin lenyap dari pandangan
siksaan pun slalu dialamatkan,
terhadap para pejuang Tauhid
bermentalkan belati mujahid

Air mata mengering
beruntun beserta barisan awal
rapat, namun sangat sedikit
derita kian tak terasa lagi

Datanglah Singa ALLAH
seorang kerabat penutup Nabi
mengokohkan benteng
menambahkan menara tinggi
serta menyilaukan bara api

Namun, derita belum berakhir
memar tiada henti menepi
bergerak pasti, tanpa lingkupan pelindung inti
hanya ALLAH yang selalu menyertai

Puisi-puisi Kecil

PUISI PERTAMA  

Mimpiku terbang bersama rona cinta
menyelubungi hati, kandaskan perih
perlahan tapi pasti
kuasai rusuk hingga sel-sel tubuh
terbangkan ruh menembus awan
menaiki langit genggam mentari

Tak sanggup butiran lisan bertutur
menyelami sejengkal telaga harap
tiada mampu menyangkal
terhadap semua bukti cinta-Nya


 
 PUISI KEDUA
Rabbku penuh cinta
meniupkan mimpi dalam raga
kendalikan nafsu dalam penjara iman
mengikatkan Arsy-Nya bersama taqwa

Rabbku tak pernah tidur
membelaiku penuh nikmat
menurunkan syahdu rindu dalam mahkota derita
menyelamatkan insan yang hancur
dengan magfirah-Nya Yang Mahaluas



PUISI KETIGA

Kupersembahkan pertalian loyalitas
kepada Sang Kholik penebar damai
kukirim sepucuk rindu
lewat senandung doa nan merdu
dalam naungan sujud dan ruku
Kukabarkan berita gembira,
karya terindah Sang Pencipta
Al-Quran, Penyejuk Jiwa

Saat Kecewa Menengok Hati



Langit suram hiasi senja
senyuman memudar diseret waktu
impian hangus jadi abu
terendam tangis lautan hampa

Ingin kupetik canda sebanyak hati menerpa
ingin kuraih mimpi setinggi jangkauan langit
namun,
tak semua yang kuinginkan mekar seindah mawar
hanya doa, penopang jiwa yang runtuh

Walau kecewa menggelayuti diri,
Rabbku tak pernah jera memberi mimpi
ia tak kan biarkan aku jatuh
Dia akan basahiku dengan cinta-Nya

Mentari pasti cerahkan semangat yang memutih
aku percaya...
senyumku akan raih dunia kembali
gapai kebahagiaan kekal di alam milik Illahi Rabbi...

Sistem Antibodi Muslim



Semangatku larut dalam plasma darah
lalu terpacu oleh pompaan jantung
menjalar halus ke paru-paru
dan tersebar sempurna lewati nadi
membawa nutrisi motivasi tak terukur

Hidupku laksana fotosintesis
menelan pahitnya karbondioksida
tuk bebaskan oksigen ke udara
menghasilkan senyuman semanis gula
dengan bantuan cahaya biru nila

Musuhku serupa virus
tak terlihat kalahkan debu
parasit sempurna terhadap iman
melisis rohani dengan kejam
tak perlu vektor tuk mencengkram
cukup selebungi hati terdalam

Sulit untuk dibasmi
walau dengan antibiotik tingkat tinggi
itulah ia, setan yang menyelubungi hati
hasut hasrat tak terperi

Tapi jiwa tak gentar
melawan musuh nan tangguh
lawan ia dengan sel-sel imun syahadat
tuk hancurkan ia lengkap dengan DNA-nya

Tak perlu risau...
asupan nutrisi motivasi telah menyiapkan barisan
begitu juga dengan sokongan glukosa
tlah siap untuk sumbangkan seluruh energinya...

SEMANGAT MARDHATILLAH!!!

Sangsakala Perang



Gemerincing perang telah tertabuh
sangsakala maut tlah siap menjemput
pedang dan tombak, telah terasah tanpa tumpul
kuda tempur berbaris patuh
tiada ragu apalagi rapuh
tak ada takut untuk jatuh

Jiwa ini kepalkan tekad
untuk senyawakan iman dan takwa
dalam reaksi sempurna
tuk hasilkan molekul jiwa syuhada

Inilah aku...
hamba ALLAH yang tangguh
tanpa takut tornado menempuh
ku kan tegap hapuskan ragu


GANBATTE KUDASAI!!!

Tangga Menuju Surga



Seraya lisan berucap
hati pun tertunduk tenang
mendapati lumuran dosa
terkikis buih-buih iman

Alangkah bahagia jiwa
mendapati setan yang malang
terbujur kaku tiada asa

Alangkah senangnya hati
memantau diri
memahami sepenuhnya kitab suci

Tiada iman yang konstan
tak ada pula takwa yang instan

Segalanya dilewati dengan tangga
tangga tangguh lagi terjal
itulah dia..
jalan menuju surga

Jumat, 09 Maret 2012

Janji Penguat Perisai



Kala aku tertunduk diam
pikiranku berkecamuk tiada padam
penuh prasangka
dan penuh luka


Kurenungi galaunya hidup
dengan semangat yang kian meredup


Pedih...
Sedih...
Tiada terperi...


Urat nadiku putus tanpa tanggung
buaian emas hancurkan jiwa tangguh


Kukira ku kan usai
ditelan gelap kabut kuat dengan perisai


Namun...
jiwaku pudarkan kaku
menghangatkan hati yang sempat membeku
saat kalimat syahadat terpaku
terserap sempurna dalam kalbu


Darahku bergairah
semangatku berkobar merah


Kini, kutahu...
hampaku adalah kehilangan-Mu...
sunyiku adalah jauh dari-Mu...


Tak ingin kuulangi
kebodohanku yang tak terampuni


Inilah aku...
hamba-Mu yang telah kembali
dari terowongan aqli
yang telah sesatkan diri...

Penyerahan Jiwa



Sujudku...
hamparan air mata untuk-Mu
rinai doaku...
wujud rinduku pada-Mu
teguh prinsipku...
cermin imanku pada-Mu

Kau lah tempat kembaliku
Kau lah peraduan cintaku
tiada detik tanpa keajaiban nama-Mu..
tiada yang luput dari pantauan-Mu...

Jiwaku seluruhnya milik-Mu...
Imanku...
Takwaku...
Cintaku...
Rinduku...
tak satupun yang menguasai...
selain Engkau, Rabb-ku...

Matahari tunduk pada-Mu...
bintang takluk terhadap-Mu...
rembulan patuh kepada titah-Mu...
langit tiada henti berdzikir kepada-Mu...
bumi taat patuh kepada-Mu...
mereka begitu takwa kepada-Mu...
mereka begitu  mencintai-Mu...

Demikian juga aku...
karena diriku seutuhnya kekuasaan-Mu
segalanya kan kupersembahkan untuk-Mu...
untuk-Mu, Ya Illahi Rabbi...

Maafkan Aku, Sahabat...



Sinarku belum mampu redupkan mentari
damaiku belum sanggup tentramkan bumi
warnaku belum dapat pudarkan pelangi...

Kupenuh cela dan luka
tiada kesempurnaanku bagimu
tiada kesempurnaanmu untukku
hanya Yang Mahabenar yang berhak mendapatkannya...

Kelalaianku bersikap dan berucap,
adalah wujudku sebagai manusia biasa

Maafkanku, jika tawaku jadi luka untukmu...
maafkanku, karena ku belum benar-benar memahamimu...

Tapi ingatlah, kawan...
hujaman kerikil asa mengubah kita menjadi dewasa...
sekecil atau sebesar apapun duri di hati,
lepaskanlah dengan senyum ketulusan...
karena saat itulah, kita telah menang dalam pertempuran...

Bintang dalam Rembulan



Ingin ku jadi rembulan
yang mampu menerangi malam,
dan sanggup tepiskan suram

Ingin ku jadi mentari
yang setia menyinari pagi
membangunkan jiwa-jiwa yang sunyi

Namun ku hanyalah bintang
yang mengumpulkan harapan membentang
tanpa takut ganasnya rintangan menghadang...

Puisi Cinta untuk Sang Pencipta



Hati tak berbatas bumi
pandangan mata tak mampu menerawangi sunyi
laut pun tak bertepi
syukurku menembus tingginya langit...

Tak mampu kuungkapkan dengan kata
namun sanggup kuutarakan dengan makna
hanya cinta-Mu yang dapat kuatkan diriku
hanya cintaku yang dapat kupersembahkan untuk-Mu...
mudah untuk merangkai kata cinta
tapi tak mudah untuk buktikan kata dengan nyata...

Wahai Pencipta Cinta...
kan kujalani apa yang Kau pinta
walau itu kan buyarkan mata
akan kegemilangan fatamorgana

Wahai Pemilik Syukur...
kan kulawan apa yang Kau benci
dengan hati kuat terpatri
akan panji-Mu yang Mahasuci

Wahai Penguasa Hati...
kumencintai-Mu penuh arti
tak peduli apapun kan kuhadapi
demi meraih ridha-Mu yang Mahatinggi...

Harapan Seorang Hamba



Walau ku tak sanggup jadi langit,
biarlah aku menjadi bumi...
agar aku menjadi tempat berpijaknya para syuhada yg suci...

Walau ku tak bisa jadi awan,
cukuplah aku menjadi angin...
agar dapat tiupkan keimanan dan ketaqwaan
bagi setiap hamba ALLAH yang istimewa...

Ya ALLAH, berilah ku kekuatan agar aku dapat
syahid di jalan-Mu dan menjadi...
khairunissa di surga-Mu yang Maha Sempurna...
Aamin

Gelora Singa Padang Pasir



Dirimu tak pernah kutemui
wajahmu tak pernah kujumpai
suaramu tak jua aku resapi

Hanya kisahmu yang hadir dalam hidupku
hanya semangatmu yang membakar relungku
sepercik juangmu, gelorakan jantungku
tebasan pedangmu, mencabut seluruh rasa takutku

Dirimu tak pernah ku sua
namun ketaqwaanmu menjalari sukma
menelisik kalbu yang terdalam

kau tak pernah berujar padaku
namun loyalitasmu tlah lebih jauh mengajariku
aqidahmu berbicara banyak terhadapku

Perbedaan masa memang memisahkan kita
pertemuan fatamorgana pun tercipta
menguncupkan penyesalan diri
berganti syukur mendalam terhadap Rabb..
yang telah meniupkan perjuangan penuh arti

Wahai, Abal Hafash..
SEMANGAT-mu, adalah inspirasiku
PERJUANGAN-mu, ialah jalanku
KETAQWAAN-mu, menjadi motivasiku

Dan engkau.. adalah impianku..
semoga ALLAH berkenan
menjelmakanmu kembali ke dalam jasadku
menjadi Singa Padang Pasir berikutnya
serta mendapat tempat teristimewa..
di dalam surga Yang Maha Sempurna..
Aamin..

....Elang, Pembawa Jiwa yang Karam...




kusadari...
aku bagaikan buih di lautan
ratusan, namun mudah terhempas gelombang
tersapu ombak ganas
dan terhimpit batuan karang

daya upaya lenyap
mendaki bersama puncak jurang
meninggalkan kebimbangan curam

ku tak sanggup menengadahkan wajah
diriku nyaris tenggelam, tersiksa perairan tajam
jantungku kian sesak, menangisi keangkuhan

ketika bendera putih hendak dikibarkan
elang tangguh menyeretku dari samudra
membawaku terbang menaiki awan
mengarahkanku menuju impian terang

sang elang dengan anggun membimbingku perlahan
membantu mengepakkan sayap yang baru mencuat
napasku pun kembali terangkat

kini, ku menginduk dengannya
terbang bersama, memburu visi nan mulia
walau aku belum mampu melampaui keperkasaannya,
namun ku bahagia dapat menjelajahi dunia bersamanya...

Selasa, 06 Maret 2012

Pentagon: Hanya Ada Satu Nama



    “ Ada yang megang resep nomor HA 200 tak?” teriak Teh Nana lantang.

    “ Resep nomor  HA 200  masih ngantri buat diracik. Masih dalam proses!!!” jawab Dena di meja racik.

    Dena dan kelima asisten apoteker di ruang racik sangat kewalahan. Resep racikan menumpuk. Semuanya minta untuk disegerakan. Pasien sudah banyak yang mengamuk di bagian penyerahan. Maklum, mereka memang menunggu cukup lama. Ada yang menunggu sampai satu jam, dua jam, bahkan tiga jam!

    Dengan cermat dia membaca resep dokter yang semrawut itu. Resep tersebut dari poli paru. Di resep tersebut tertulis dengan jelas:

R/    Salbutamol 2 mg
    Methyl prednisolon 4 mg
    Bronsolvan tab 1
    Glyceril Guaiakolat 200 mg
        S 2dd1
            da in cap no. XX

 Salbutamol 2 mg sebanyak 30 tablet, dia keluarkan dari bungkusnya. Dan dimasukkan ke dalam blender obat seraya menghitung jumlahnya. Setelah itu barulah giliran Methyl Prednisolon 4 mg, Bronsolvan tablet, dan Glyseril guaiakolat yang dimasukkan. Lalu dia memblendernya hingga halus dan homogen.
    Setelah itu, serbuk obat tersebut dia bagi menjadi dua bagian dan disetarakan. Barulah dia mulai memasukkannya ke dalam kapsul nomor 00, kapsul kosong yang terbesar. Tapi, kapsul tersebut habis! Dia mencari kapsul tersebut di laci-laci. Tapi tetap saja tidak ada.

    “ Kapsul 00 habis? Adakah yang sudah menelepon gudang?” tanya Dena kesal.

    “ Sepertinya belum, Den..” jawab Nuri yang masih sibuk dengan racikan Fluimucyl-nya. Denna langsung melepaskan maskernya dan menelepon gudang farmasi.

    “ Assalamu’alaikum. Gudang Farmasi IHC, dengan Novi. Ada yang bisa dibantu?”

    “ Wa’alaikum sallam. Ada banget, Vi. Ini  Dena dari Hall Askes. Minta kapsul kosong nomor 00, dong. Disini abis banget!”

    “ Kapsul kosong nomor 00 satu pack ke hall. Ada lagi, Den?”

    “ Bentar, Vi. Rekan-rekan ada permintaan mutasi ke gudang tak?”

    “ Ada. Banyak..!!!” teriak yang lain.

    “ Depakene sirup Askes, Farmabes Askes, Cedocard Retard, sama Plavix Askes!!!” jawab Teh Yetti sambil mengemas obat.

    “ Orang hall, ada yang mau nitip tak?”
    “ Ada, Den. Kenacort tablet minta 300, ya. Sama Seretide Discus 250 dua aja!” jawab petugas hall.

    “ Vi, catet. Depakene sirup Askes, Farmabes Askes, Cedocard Retard, Plavix Askes, Kenakort tablet, sama Seretide Discus 250 minta dua katanya..”

    “ Depakene sirup lima, Farmabes lima ratus tablet, Cedocard Retard lima puluh, Kenakort tablet empat ratus, Seretide Discus 250 dua. Tapi Plavix Askes cuma ada dua puluh delapan tablet. Gimana? Mau diambil?”

    “ Teh, Plavix Askesnya cuma dua strip. Gimana?”

    “ Gak ada lagi, ya? Ya udah, ambil aja. Paling resep yang lain kita utangin dulu..” jawab Teh Rosa yang sedang pusing dengan verifikasi Askes.

    “ Hajar, Vi. Plavix Askes dua strip. Dena ambil sekarang, ya. Jazakillah, ya, Vi. Wassalamua’laikum..”

    “ Ok, Den. Waalaikumsallam..”

    Dena menyerbu form permintaan obat . Dia langsung menulis semua permintaan mutasi ke gudang, baik dari hall maupun askes. Dia berlari menuju lift obat. Kemudian dia teringat kalau lift tersebut sedang rusak. Dengan sangat terpaksa dia sendiri yang harus berangkat ke gudang untuk mengambilnya.

    “ Ada yang udah ke gudang belum?” Tanya Denna memastikan.

    “ Belum!!!” jawab yang lain serempak.

    “ Ya sudahlah. Dena ke gudang dulu, ya! Oh ya, racikan Dena jangan diapa-apain. Biar Dena yang ngeberesin..”

    “ Sip, deh!!!” jawab Nuri sambil mengacungkan jempolnya.

    “ Den, nitip OBH regular, ya..” kata Ami, salah seorang petugas hall.

    “ Ok.. Dena ke gudang. Assalamualaikum!!!”

    “ Waalaikumsalam…” jawab yang lain serempak.

    Dena berlari menuju gudang. Dengan mengenakan jas lab putih dan hand scoen, serta masker yang masih terkalung di lehernya, ia berlari secepat yang dia bisa. Penampilannya mirip seperti dokter yang bergegas untuk melakukan tindakan.

    “ Buset!!! Banyak banget yang harus Dena bawa..”

    “ Ya situ dan kawan-kawan yang mintanya banyak. Jadi kita-kita juga ngasihnya banyak..” ucap Teh Risma menimpali.

    “ Emang pasiennya banyak banget, ya?”

    “ Wah, Vi. Bukan banyak lagi. Di pendaftaran aja, pasien askes menembus angka 499 pasien!! Belum lagi pasien hall yang nyampe tiga ratusan. Gila banget deh pokoknya..”

    “ Yah, yang tabah ya, Den..” kata Teh Risma.

    “ Hiks.. hiks.. Tapi Dena bawa barangnya pake apa, ya? Banyak banget soalnya. Dua keresek gede, Bo. Berat pula. Ada sirup dan injeksi. Paur..”

    “ Ya udah, pinjem troli gudang aja dulu. Entar tinggal balikin ke sini..” Novi tersenyum. Dia sepertinya mengerti apa yang sedang yang dipikirkan Dena.

    “ Ok, deh. Jazakillah ya, Vi. Assalamualaikum..” Dena menandatangi faktur distribusi farmasi. Kemudian ia meluncur meninggalkan gudang.

    “ Assalamualaikum.. Dena habis dari gudang nih. Bilih ada yang perlu, obat-obat dari gudang ada di troli semua. Ambil aja sendiri..” Dia mengambil kapsul kosong yang dia perlukan dan kembali melanjutkan tugasnya di meja racik. Sedangkan troli milik gudang dia parkir di dekat lemari askes.

    Dena menyelesaikan racikannya dengan sangat cekatan. Satu racikan kapsul paling lama ia kerjakan lima belas menit. Setelah semua tugasnya di meja racik selesai, dia beralih ke bagian penyerahan.

    Dia benar-benar takjub  melihat tumpukan baki obat yang menantinya. Menggunung dan memenuhi meja tunggu. Sedangkan resep-resep yang belum disiapkan tak kalah banyaknya. Beruntunglah, antrian penghargaan dan verif askes sudah sedikit berkurang.

    “ Dena, cepet hubungi Pak Nicky. Bilang kalau kita butuh bantuan segera. Pekerjaan di sini benar-benar tidak terkendalikan..” perintah Teh Rosa kesal.

    Dena segera mengikuti perintah seniornya itu. Dia menelepon Pak Nicky dan melaporkan keadaan di depo. Tak lama berselang, Pak Nicky dan semua apoteker Islamic Hospital Center turun untuk membantu. Tak terkecuali Bu Irma, kepala instalasi farmasi IHC.

    Mereka bahu-membahu menangani keadaan genting ini. Teh Rosa masih sibuk dengan verifikasi Askes yang memusingkan. Teh Yetti, Teh Nana, Bu Elsa memegang kendali di bagian pengemasan. Bu Irma, Teh Riska, dan Bu Tria menangani penghargaan. Nuri dan Fahmi mengurus semua racikan. Dena, Pak Nicky, dan Bu Ina beraksi di bagian penyerahan. Sedangkan sisanya membereskan pengambilan obat.

    Hari itu semuanya benar-benar sibuk. Mereka shock dengan jumlah pasien yang membludak. Terutama Dena. Sudah tiga hari dia lembur Pagi-Siang-Malam, menggantikan petugas yang cuti di UGD. Hari ini dia lembur juga. Lembur awal, menggantikan petugas yang sakit. Yang paling parah, selama “menginap” empat hari tiga malam di IHC, dia hanya sempat tidur selama tiga jam!

    “ Pak Nicky, Dena boleh izin shalat sebentar tak?”

    “ Shalat apa emangnya? Kan belum adzan Magrib..”

    “ He.. he.. Shalat Ashar, Pak..”

    “ Astagfirullahaladzim! Kamu belum shalat Ashar? Ini udah jam 17.30. Ya udah, shalat dulu sana. Penyerahan biar saya yang urus..”

    “ Jazakillah ya, Pak..” Dena tersenyum. Dia langsung mengambil air wudhu dan shalat di sana.

                ****************************


    Bruk!!! Jendela depo ditutup.

    Farmasi Askes IHC akhirnya kembali lengang. Semua pasien sudah pergi. Petugas farmasi askes terkulai lemas. Depo seharusnya tutup jam 16.00. Tapi hari ini dengan sangat terpaksa tutup jam 19.00.  Pak Nicky dan kawan-kawan sudah meninggalkan depo. Yang tersisa di depo askes hanyalah Dena, Teh Rosa, Teh Yetti, dan Nuri.

    Teh Rosa sudah tak sanggup lagi untuk merekap resep askes. Kepalanya benar-benar berat.  Dia memutuskan untuk merampungkan tugasnya besok pagi. Teh Yetti lebih memilih untuk melahap nasi Padang yang sudah dipesannya dari tadi siang.

    Dia enggan  merapikan depo askes yang terlihat amburadul itu. Sampah berserakan, obat-obat tergeletak di meja kemas alias belum disimpan ditempatnya, amprahan belum dibereskan. Dan yang paling membuatnya malas adalah mengarsip faktur dan resep askes.

    Berbeda jauh dengan Dena. Meski tubuhnya sudah sangat lelah, dia masih bersemangat untuk membereskan amprahan. Rekan-rekannya yang lain hanya bisa menonton kegigihannya.

    “ Dena, badan kamu tuh terbuat dari apa sih? Gak capek apa kerja mulu? Istirahat dulu sana!” Teh Yetti menceramahinya sambil menikmati nasi Padang di hadapannya.

    “ Iya, nih. Soal amprahan kan bisa dibereskan besok pagi. Faktur dan resep bisa dioperin ke anak-anak UGD..” kata Nuri sambil berkemas hendak pulang.

    “ Gak apa-apa kok. Dena gak keberatan. Yang penting kerjaan disini beres. Jadi biar entar gak usah repot lagi.”

    “ Huh, dasar workaholic! Ngeyel mulu kalo dibilangin. Kamu tuh terlalu bersemangat kerja. Jadinya dimanfaatin sama atasan. Tiga hari kemarin kamu lembur P-S-M. Nah, tadi kamu P-S. Dasar, getol banget nyari duitnya. Buat dipake apa sih? Jangan-jangan diam-diam kamu ngumpulin buat nikah, ya?” ucap Teh Yetti usil.

    “ Wah, yang bener, Den? Kamu mau nikah ama siapa?” Tanya Nuri penasaran.

    “ Sama Captopril..” Semua tertawa mendengar jawaban Dena.

    “ Captopril apa Captopril? Jangan suka bohong gitu, ah. Bukannya sama apoteker kita yang ganteng itu, ya..?” Teh Rosa menggoda Dena lagi. Dena hanya tersenyum.

    “ Oh, jadi Dena sekarang sama Pak Nicky, toh. Ketahuan, ya. Pantes, apa-apa Dena. Kalau lembur, pasti Dena dulu yang disuruh. Kalau datang ke depo, yang ditanya pasti Dena lagi.. Dena lagi…”

    “ Terus.. ledek terus, Teh Yetti tercinta..” ucap Dena ketus.

    “ Loh, kok marah? Kan Pak Nicky itu masih muda. Pinter, cakep pula. Yang terpenting, masih jomblo. He..he..” ledek Nuri.

    “ Kalau gitu, kenapa gak kamu ambil aja?”

    “ Ah, gak mau. Meski cakep, dia terlalu lembek. Bukan tipeku banget..” Dena tertawa lepas melihat tingkah rekannya itu. Nuri memang anak yang ceplas-ceplos. Sangat polos.

    Pak Nicky memang menjadi idola di IHC. Umurnya masih muda, yakni dua puluh lima tahun. Pintar, religius, tampan, murah senyum, mapan pula. Dia memiliki sebuah apotek di Bandung selatan. Dia baru tiga tahun bekerja di IHC. Dia belum menikah, tapi sudah sangat mandiri.

    Mengenai penampilannya, dia sangat rapi dan perfeksionis. Kulitnya putih bersih, wajahnya mulus dan nampak bersinar. Perawakannya tinggi besar, sangat proposional. Hidungnya mancung. Potongan rambutnya rapi. Dia memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Dia memakai kacamata.

     Kalau dilihat secara cermat, Pak  Nicky sangat mirip dengan anggota boyband Super Junior, Shi Won. Makanya, kalau ada pasien ibu-ibu yang mengamuk, beliau lah yang menjinakkannya. Baru melihat wajahnya saja, hati ibu-ibu langsung luluh.

    Tapi pesonanya tak berpengaruh kepada Dena. Dia sudah terlanjur dibutakan oleh pekerjaannya. Bahkan mungkin dia sudah menghambakan diri kepada pekerjaannya. Hatinya benar-benar sudah tertutup, apalagi terhadap lelaki.

    Jadi, meski rekan-rekannya di depo selalu berusaha menjodohkannya dengan siapapun, termasuk Pak Nicky, dia tak bergeming. Di hatinya hanya ada satu nama, IHC.