Kamis, 20 September 2012

Alasan Masuk Analis Kesehatan

Alasan saya masuk analis kesehatan sebenarnya sederhana saja, karena saya suka dengan dunia analis. Dari kecil saya bercita-cita ingin menjadi seorang ilmuwan. Saya ingin melakukan suatu penelitian akbar yang bisa menolong banyak orang. Ingin menganalisa darah, zat yang terkandung dalam makanan, dan masih banyak lagi. Bahkan saya sangat ingin bergabung dengan tim laboratorium WHO.

Terdengar konyol memang. Tapi itulah cita-cita masa kecil saya. Impian tersebut bertahan cukup lama. Sampai akhirnya, demi mencapai cita-cita tersebut, saya memutuskan untuk masuk SMK Farmasi. Walau sempat pusing, tapi saya sangat menikmati masa-masa pendidikan disana. Di SMK Farmasi, hari-hari saya dipenuhi oleh jadwal praktek yang padat, hafalan yang menumpuk, serta tugas-tugas yang menggunung. 

Saat semua orang menyesali masuk SMK, saya justru sangat bahagia dan bersyukur bisa masuk sana. Karena di SMKF, saya dapat memuaskan nafsu belajar saya yang sangat menggebu-gebu. Tapi ada yang paling membuat saya syukuri adalah saya dapat mempelajari lebih dalam tentang tiga materi favorit saya, yakni kimia, biologi, dan farmakologi.
 

Celakanya, setelah lulus, saya baru mengetahui kalau saya ternyata salah memilih jurusan. Profesi yang saya ambil, ternyata lebih menekankan kepada pelayanan obat ke pasien. Bukan seperti yang saya bayangkan. Berdiam diri di laboratorium, sambil meneliti hal-hal kecil dengan mikroskop. Tapi yang terjadi adalah saya harus menerima resep, membacanya, memberikan harga, menyiapkan permintaan resep, meracik, mengemas, dan menyerahkan permintaan resep kepada pasien. Saya sempat kecewa.
 

Saat lulus, saya sempat mencoba keberuntungan dengan mengikuti SNMPTN. Dan hasilnya, alhamdulillah gagal. Kegagalan saya tidak saya sesali, karena memang sudah saya rencanakan sejak kecil, kalau saya akan bekerja dulu setahun baru kuliah dengan biaya sendiri. Kemudian saya bekerja di apotek. Disini rasa kecewa mulai datang secara serempak. Banyak hal yang membuat saya tidak puas. Mulai dari masalah gaji, pembagian tugas pekerjaan, lingkungan kerja, rekan sejawat, sikap atasan yang kurang mengenakkan, dan masih banyak lagi. Akibatnya, saya hanya sanggup bertahan satu bulan disana.
 

Selama tiga bulan saya mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan kehendak saya. Yakni bekerja di laboratorium industri. Saya memasukkan lamaran ke semua industri farmasi di wilayah Bandung dan sekitarnya. Saya kirim lamaran dengan datang langsung ke perusahaannya, via pos, dan via email. Tapi hasilnya, satu pun tidak ada yang memanggil saya.
 

Saya semakin frustasi ketika melihat teman-teman yang prestasi akademiknya jauh di bawah saya berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Barulah disana saya menyadari, bahwa prestasi akademik tidak terlalu berpengaruh dalam bekerja. Di tengah keputusasaan yang menjadi-jadi, orangtua saya terus mendesak saya untuk mengikuti tes CPNS. Saya menolak. Karena saya tidak mau bekerja di puskesmas selamanya. Walau pada akhirnya saya menuruti mereka. Dan alhamdulillah, saya gagal menjadi PNS. Sungguh kegagalan kali ini merupakan kegagalan yang paling saya syukuri dalam hidup saya.
 

Kemudian, dengan harapan sebesar debu, saya mencoba melamar ke rumah sakit Al-Islam Bandung. Sebulan kemudian saya dipanggil pihak SDM untuk melakukan berbagai tes dan wawancara. Tiga jam kemudian saya mendapat telepon dari mereka. Saya resmi diterima menjadi karyawan rumah sakit Al-Islam.
 

Tiga bulan pertama saya mengalami depresi hebat. Tekanan tiada henti menghampiri dari berbagai pihak. Pasien, perawat, dokter, atasan, dan rekan sejawat. Bobot tubuh saya menurun drastis. Kenapa bisa demikian? Jelas, karena saya tidak menginginkan pekerjaan ini. Saya sangat tidak suka dengan pekerjaan yang mengharuskan saya berhubungan langsung dengan orang banyak.
 

Namun luar biasanya, saya dapat bertahan disana cukup lama. Enam belas bulan. Justru di rumah sakitlah saya dapat mengembangkan kepribadian dan ilmu saya serta mengasah kemampuan dalam berkomunikasi. Pasalnya, disana saya mengalami beberapa kali mutasi. Pertama kali saya bekerja, saya ditempatkan di rawat jalan ASKES. Kemudian dimutasikan ke bagian distribusi, rawat jalan umum, kembali lagi ke rawat jalan ASKES, dan terakhir menjadi penanggungjawab ruangan VIP di rawat inap. Hal tersebut membuat pengalaman saya semakin matang. Saya sempat ingin mengikuti SNMPTN lagi, tapi batal karena saya masih terikat kontrak dengan RSAI.
 

Tahun 2011, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari RSAI. Alasannya, ingin fokus mempersiapkan diri untuk SNMPTN terakhir. Saya belajar siang dan malam, tak kenal lelah. Demi menggapai satu impian, menjadi mahasiswi ITB. Ya, ITB adalah impian saya sejak kecil. Saya ingin sekali masuk SITH ITB. Tapi, saya urungkan niat tersebut. Karena berdasarkan keterangan banyak pihak, prospek kerja untuk S1 SITH itu cukup gelap. Biasanya, lulusan sana ujung-ujungnya terdampar sebagai pegawai bank. Jadinya saya terpaksa memilih SF ITB.

Namun apa daya, SNMPTN terakhir pun saya tetap gagal. Yang paling menyakitkan hati, ternyata adik kelas saya, yang sempat belajar bersama saya, malah lulus dengan memuaskan. Sungguh sedih tak terkira. Saya sempat gamang dengan rencana hidup saya selanjutnya.
 

Dengan semangat seujung jari, saya kembali mencoba untuk melamar pekerjaan ke sebuah apotek baru, apotek Galaxy namanya. Dan alhamdulillah, saya diterima bekerja disana. Walau saya lagi-lagi memasuki dunia kerja, tapi hasrat saya untuk kuliah belumlah surut. Sambil bekerja, saya terus mencari info-info tentang perkuliahan.
 

Saya sempat terpikir untuk “bunuh diri” dengan mencoba untuk masuk teknik fisika IT Telkom. Saya tertarik masuk ke sana karena banyaknya tawaran beasiswa Telkom yang menggiurkan. Tapi syarat untuk mendapatkan beasiswa cukuplah berat bagi saya, yakni IPK minimumnya harus 3.5. 

Membayangkannya saja saya sudah sesak napas. Pasalnya saya sama sekali tidak menyukai fisika. Jangankan meraih IPK 3.5, untuk mendapatkan IPK 2.5 saja sepertinya saya harus tertatih-tatih. Akhirnya, saya urungkan niat gila itu.
 

Berikutnya, saya mendapatkan info tentang Teknik Pangan UNPAS. Menurut kabar yang tersiar, teknik pangan UNPAS adalah yang terbaik se-Indonesia. Dari prospek karir, insyaallah menjamin. Dari segi keilmuan, sangatlah menarik karena kuat akan kimianya. Namun satu hal yang menghalangi saya untuk kuliah disana, biaya.
 

Biayanya cukup mahal dan tidak terjangkau kantong saya. Masalahnya, saya membiayai kuliah  dengan jerih payah sendiri, alias tidak bisa lagi minta ke orangtua. Mau mengambil kelas karyawan, saya tidak sanggup. Karena selain lebih mahal, saya khawatir tidak sanggup mengejar keduanya. Banyak teman saya yang mengambil kuliah kelas karyawan harus berakhir dengan kemirisan. Bekerja tidak fokus, kuliah berantakkan. Dengan hambatan tersebut, saya batal untuk mendaftar kesana. 

Saya bingung harus kuliah dimana lagi. Saya menyampaikan berbagai kerisauan saya kepada guru kimia di SMKF, Pak Wawan namanya. Beliau menyarankan saya untuk masuk analis kesehatan. Alasannya, karakter keilmuan saya sangatlah pas untuk berkarya disana. Beliau juga menjelaskan dengan detail tentang materi apa saja yang akan didapatkan di analis, prospek kerjanya, dan bahkan sampai tim pengajar yang akan ditemui itu seperti apa nantinya. Dan berdasarkan keterangan beliau, analis kesehatan terbaik se-Indonesia adalah Poltekkes Depkes Bandung.  

Namun, menurutnya, untuk bisa lulus sipenmaru tidaklah mudah. Apalagi materi yang diujikan adalah materi SMA. Sedangkan materi SMK dengan SMA sangat jauh berbeda. Beliau sempat mengusulkan saya untuk masuk ke analis kesehatan swata di Cirebon milik temannya. Tapi saya menolak dengan halus. Sejak detik itu juga saya sudah memutuskan, apapun yang terjadi, saya harus masuk analis kesehatan.
 

 Sejak saat itu, fokus saya terpecah menjadi tiga, yaitu bekerja, berdagang, dan belajar. Saya harus bekerja dan berdagang untuk mengumpulkan uang kuliah. Berhubung saya tidak memiliki uang untuk ikut bimbingan belajar, saya terpaksa harus berguru kepada anak SMA yang usianya empat tahun dibawah saya. Bahkan saya sering menginap di rumah mereka untuk belajar bersama.
 

 Allah makin mendekatkan saya dengan Gunung Batu tatkala saya dipertemukan dengan alumni analis angkatan 2007. Dari mereka, saya memperoleh trik-trik belajar untuk sipenmaru, contoh-contoh soal, dan masih banyak lagi. Mereka juga memberikan gambaran detail mengenai perkuliahan di analis dan pekerjaan yang akan saya lakoni nantinya.
 

Alhamdulillah, Allah menghadiahi jerih payah saya dengan kelulusan. Walau sebenarnya saya harus menghadapi kenyataan bahwa saya mahasiswi “termuda” disini. Mirisnya, saat teman-teman seumuran saya lulus kuliah tahun ini, saya malah baru masuk untuk memulai ospek.

Meski begitu, saya bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan. Kedua mimpi saya telah terwujud. Bisa kuliah di bidang yang saya minati dan dapat membiayai pendidikan saya dengan keringat sendiri. Atas kehendak Allah, saya dapat berdiri dengan bangga disini, sebagai warga Analis Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung.

7 komentar:

'hdy rabbani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
'hdy rabbani mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
'hdy rabbani mengatakan...

teteh..:)
aku merasa disebut-sebut dalam postingan ini
juga backgroundnya, seolah-olah biar aku buka blog teteh teru gitu?
hehe #pdmodeon
semangat teteh.....!!!!

'hdy rabbani mengatakan...

teteh..:)
aku merasa disebut-sebut dalam postingan ini
juga backgroundnya.. seolah-olah biar aku buka blog teteh terus, gitu?
hehe #pdmodeon
semangat teteh...!!!

'hdy rabbani mengatakan...

teteh..:)
aku merasa disebut-sebut dalam postingan ini
juga backgroundnya.. seolah-olah biar aku buka blog teteh terus, gitu?
hehe #pdmodeon
semangat teteh...!!

Unknown mengatakan...

he"...
yg namanya panda kan suka sama bambu...
jd sengaja sy kasih background bambu..biar hati kita terus terpaut...^^

Unknown mengatakan...

Weis, pengalaman yang mantap! Mimpi kerja di laboratorium WHO belum kesampaian tuh (dan itu possible loh). Kejar terus! :)